Terbentuknya Desa Kramat sangat erat kaitannya dengan legenda yang dituturkan secara turun-temurun pada setiap generasi yang hidup di desa ini. Alkisah diceritakan pada zaman dahulu, hiduplah dua bersaudara bernama Mbah Laban dan adiknya, Mbah Bonori. Namun, pada suatu waktu keduanya terlibat dalam perselisihan yang dipicu oleh perebutan sumber air di sebuah bendungan kecil. Perselisihan ini kemudian berujung pada tragedi yang menewaskan Mbah Bonori. Sebagai pengingat akan peristiwa ini, daerah dimana keduanya bertengkar tersebut dinamai ‘Kerengan’, yang dalam bahasa lokal memiliki arti "perselisihan" atau "pertikaian".
Jenazah Mbah Bonori kemudian dimakamkan di Kerengan, sementara Mbah Laban dibawa ke sebuah tempat yang pada waktu itu bernama Dusun Lebeng. Jenazah Mbah Laban kemudian disemayamkan di sebuah gubuk sederhana yang terbuat dari alang-alang. Tempat tersebut merupakan tempat dimana Mbah Laban sering menjalankan ‘tirakat’ atau tindakan mengasingkan diri. Sehingga lokasi gubuk tersebut memiliki kesan ‘wingit’ atau angker yang membuat masyarakat setempat menganggap wilayah sekitarnya sakral. Seiring waktu, nama "Kramat" disematkan oleh masyarakat untuk mengingat dan menandai hawa sakral yang dimiliki oleh tempat ini, menggantikan nama Lebeng sebagai nama dusun tersebut.
Desa Kramat kini terdiri atas sembilan dusun yaitu Dusun Kramat, Sumberjo, Kerengan, Kalipucung, Begulon, Malangsari, Ngroto, Mangut, dan Weru Pada awalnya, desa ini berpusat di Dusun Lebeng sebelum penduduknya menyebar ke berbagai wilayah lain, yang kemudian berkembang menjadi dusun-dusun baru. Proses penyebaran ini terjadi karena penduduk berpindah tempat setelah menikah atau mencari lahan baru, seperti dari Kerengan ke Begulon, yang kemudian membuat lokasi dimana mereka bertempat tinggal dinamai sesuai dengan karakteristik daerahnya. Misalnya, nama Dusun Begulon yang berasal dari ungkapan "nggugu ning alon-alon" yang berarti 'menggagas atau memperhatikan dengan seksama'. Sementara Dusun Kerengan berasal dari kata "kerengan" yang berarti 'perselisihan', dan Dusun Malangsari dinamai berdasarkan karakteristik daerahnya yang asri atau indah. Dusun Ngroto dinamai demikian karena memiliki topografi datar, yang dalam bahasa jawa disebut "roto". Sedangkan nama dusun-dusun lainnya seperti Mangut dan Weru tidak diketahui jelas asal usulnya. Nama tersebut hanya diketahui telah diberikan oleh leluhur desa yang memberi nama-nama tersebut. Dusun Kalipucung, meskipun namanya mengandung unsur "kali" (sungai), tidak diketahui pula asal usul pastinya. Sementara itu, nama Dusun Sumberjo berakar dari harapan agar daerah tersebut menjadi "sumber rejo" atau sumber kesejahteraan dan kemakmuran bagi penduduknya.
Narasumber artikel Sejarah Desa Kramat yaitu Bapak Madiyono (74), yang kini menjabat sebagai Ketua LPMD (Lembaga Pemberdayaan Masyarakat Desa), membuat sebuah akronim untuk Desa Kramat yaitu "Komunitas Rakyat Anti Maksiat". Beliau berharap filosofi dari akronim tersebut dapat diwujudkan agar Desa Kramat menjadi tempat yang damai dan rukun, serta bebas dari pertikaian.
TIM KKN PPM UGM 2024
UNIT PESONA KRANGGAN
UNIVERSITAS GADJAH MADA